Dua Penyesalan
Semua ini berawal dari sebuah pagi
yang cerah, awal dari hari seorang bocah kelas 6 SD, ya, awal dari hariku yang
panjang. Hari itu aku bangun pagi seperti biasa, sholat, sarapan, mandi,
tentunya dengan ditemani rasa malas yang amat sangat. Seperti lazimnya anak
sekolah lainnya.
“Kakaaak!
cepetan mandinya, gantian sama adek!”
teriak Mama dari luar.
“Iyaaa,
lagi keramas nih” jawab aku santai, sambil menahan tawa. Ya, aku memang jahat
kalau sudah di kamar mandi.
“aduh… ini
anak satu kacau emang” keluh Mama. Hahahaha,
aku jadi gak enak, akhirnya
kupercepat mandiku.
“mandi
udah kayak putri raja, lama banget” sindir
Mama.
“sapi
aja kalau mandi digosok-gosok dulu,
kita masa enggak”
“bisa aja ngelesnya, sana cepat pakai seragam” suruh Mama. Aku hanya tertawa
saja mendengarnya.
Setelah semua persiapan selesai, aku terdiam melihat HP Blackberry-ku yang tergeletak di meja. Aku bingung untuk dibawa ke sekolah atau tidak. Seakan seperti ada malaikat di pundak sebelah kanan, dan setan di sebelah kiriku, mereka saling membujukku. Entah ini hanya imajinasiku saja, atau memang ada. Seolah-olah malaikat menyuruhku untuk tidak bawa, karena bisa saja hilang. Sementara setan dengan ngotot menyuruhku bawa HP nya, eh secara tidak sadar HP nya sudah ada di tanganku. Tanpa berpikir lagi aku segera menaruhnya di dalam tas. Tapi belum sempat ku masukkan, Mama sudah bilang.
Setelah semua persiapan selesai, aku terdiam melihat HP Blackberry-ku yang tergeletak di meja. Aku bingung untuk dibawa ke sekolah atau tidak. Seakan seperti ada malaikat di pundak sebelah kanan, dan setan di sebelah kiriku, mereka saling membujukku. Entah ini hanya imajinasiku saja, atau memang ada. Seolah-olah malaikat menyuruhku untuk tidak bawa, karena bisa saja hilang. Sementara setan dengan ngotot menyuruhku bawa HP nya, eh secara tidak sadar HP nya sudah ada di tanganku. Tanpa berpikir lagi aku segera menaruhnya di dalam tas. Tapi belum sempat ku masukkan, Mama sudah bilang.
“kak,
gak usah bawa HP, nanti takut hilang”
suruh Mama.
“gak
apa-apa lah Ma, jarang-jarang ini kan bawa HP”
“ya
sudah, hati-hati aja ya”
“siap
mak!”
Gak ada angin, gak
ada hujan, tiba-tiba HP nya lepas
dari tanganku dan jatuh. Seperti di film-film, ini seperti sebuah firasat. Tapi
aku tidak terlalu peduli dengan firasat itu, aku segera ambil HP nya, dan
langsung cabut ke sekolah.
Saat
jam istirahat, banyak anak-anak yang bergerumun, karena penasaran aku datangi
mereka.
“eh, ada apaan? Ribut bener” tanyaku.
“lo gak tau Fat? abis istirahat
ada razia HP!!” seru salah satu
temanku.
“serius
lo!? gawat cuy!!” aku malah jadi
panik.
Akhirnya,
kami semua berembuk gimana caranya ngumpetin
HP masing-masing. Eh, beruntung ada anak perempuan lewat,
aku dan Dimas, temanku, menghampiri anak perempuan itu, namanya Diva, ia adalah
teman sekelasku.
“Div,
div tunggu! Lo mau sholat kan? Kita
titip HP di tas mukena lo dong! Kan muat tuh!” pinta Dimas.
“yah, nanti kalo ketahuan gimana?”
“udaaaah,
tenang aja kalau disitu gak bakal ketahuan!
Bantulah temanmu ini Div…” pintaku, tentunya dengan memasang muka memelas.
“ya
sudah, tapi tampang lo berdua gak usah gitu juga dong, hahaha..”
“yeee,
temen lagi susah juga, ya sudah nih HP kita” sambil aku dan Dimas menaruh HP di tas mukena milik Diva.
Setelah
jam istirahat, kami tunggu-tunggu ternyata tidak ada razia HP, wah, gosip yang beredar ternyata hanya
hoax alias bohong! Syukur deh tidak
jadi razia, tapi sepertinya perjuangan murid-murid untuk ngumpetin HP nya jadi
sia-sia.
“huft,
tau gini gak usah repot-repot ngumpetin HP” kesal Arya.
“iya
ya, hahahaha.. tapi bagus lah gak jadi razia” dibalas oleh temanku yang lain.
“eh
Div, HP kita mana?” tanya Dimas.
“nih
ada, tapi…..”
“tapi
kenapa?” tanyaku.
“tadi
HP nya nyium tanah hehehe..”
”maksudnya?”
Tanya Dimas, makin bingung.
“HP nya jatuh, hehehehe..” tawa Diva.
“yeeeeee
Div, lecet deh HP gue!” kesal Dimas,
yang kemudian disusul tawa kami bertiga.
Bel
pulang sekolah akhirnya berbunyi, dan biasanya ini saat-saat dimana muka capek murid-murid kembali semangat lagi.
Tanpa kemana-mana lagi, aku langsung keluar gerbang dan ‘menjegat’ angkot untuk
pulang. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya ada satu angkot yang hanya
tinggal muat satu orang saja. Saat aku ingin naik, ternyata ada adik kelas yang
memanggilku dari belakang.
“kaak,
boleh gak aku dulu yang naik? Capek banget
nih” pinta adik kelas itu.
“yaaa,
sama kakak juga capek, makanya pengen cepat-cepat pulang.”
“yah,
tapi rumah aku jauh kak, aku pengen cepat-cepat pulang takut dicariin Mama.”
Karena tidak tega, akhirnya aku persilahkan dia naik duluan. “ya sudah, naik
duluan deh kamu.”
“asikkkkk,
makasih ya kakak ganteng” adik itu
langsung naik angkotnya.
“huaaah nasib,sudah lama nunggu angkot
yang kosong, malah gak jadi. Tapi gak apa-apa deh, lumayan dibilang ganteng
hahahaha” bisikku dalam hati.
Tidak
lama kemudian, akhirnya dapat angkot yang kosong. Aku langsung naik, dan main HP disitu. Setelah sampai, aku turun di
Jalan Raya Bogor, untuk lanjut naik omprengan
ke Kalisari. Saat jalan menuju omprengan,
tanpa sengaja aku bersenggolan dengan seseorang yang tampangnya
mencurigakan. Tapi aku tidak menghiraukannya, dan saat sudah di dalam omprengan yang sedang ngetem, aku kaget karena HP ku sudah tidak ada dikantong ku. Aku
coba raba-raba lagi… makin dalam, ke kantong lainnya, ternyata memang tidak
ada! Sontak aku langsung mencari di lantai omprengan,
dan tidak ada. Aku langsung berteriak ke sopirnya.
“bang! Tunggu ya! Jangan jalan dulu!!”
“mau
kemana lu!?”
“udah tunggu aja dulu!”
Aku
langsung mengejar orang tadi karena kukira dia pencopet, tapi sudah tidak ada. Namun,
aku masih melihat angkot yang pertama aku tumpangi sedang berhenti. Mungkin HP
ku terjatuh di dalam angkot itu, maka aku langsung lari menghampiri angkot itu,
namun untung tak dapat diraih, malang tak
dapat ditolak, angkot itu langsung pergi.
“woooyy bang!!! Tunggu!!” teriakku. Namun, angkot itu tetap pergi.
Aku
hanya bisa berdiri, terdiam, dan tak bisa apa-apa, saat aku menyadari, bahwa
salah satu barang berhargaku telah.. hilang. Sesampainya di rumah, aku
memberanikan diri untuk menceritakan ke orang tuaku kejadian yang telah menimpaku.
“tuh
kan, udah Mama bilang gak usah bawa, kamu ngeyel
sih. Ya sudah, wong sudah hilang,
mau gimana lagi.”
“yaaaah,
kakak minta maaf Ma, udah ngelawan omongan Mama.” sesal ku.
Hari-hari
selanjutnya, saat aku berada di tempat kejadian hilangnya HP ku, aku hanya bisa menyesali apa yang
telah kuperbuat. Bukan, yang paling kusesali bukanlah karena HP nya hilang,
tapi karena aku sudah mengecewakan orang tuaku, dengan cara tidak
‘mengindahkan' omongan mereka. Tapi, aku akan lebih baik, dan belajar dari dua
penyesalanku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar